Liburan ke pulau komodo gratis


Minggu, 02 November 2008

saat meninggalkan bumi.....

Cosmos(outer space)

By: t.A.T.u.

Games we don’t want to play, same winner everyday

Kill for the second best, feel no more, feel no less

We have our minutes cut, we lose our feelings but

That’s what the movies show, this is where stories go

Stars we don’t want to reach, scars we don’t want to stitch

Go where we haven’t been, fly away, time machine, clouds we will chase them out

Crowds, we will face them down

This is our secret place, outer space, outer space

Our home forever is outer space

black stars and endless seas, outer space

new hope, new destinies, outer space

Forever we’ll be in outer space, outer space

Ground we don’t want to feel, found what they didn’t steal

Time we were really lost bridges burned, fingers crossed

We shall we ever be free with no guarantee

Life on anotherplane same before, same again

Go where you want to go, so no one ever knows

Only what we decide, is it gone? has it died?

Dry every tear in my eye, you can tell me why?

this is our secret place, outer space, outer space

Our home forever is outer space

black stars and endless seas, outer space

new hope, new destinies, outer space

Forever we’ll be in outer space, outer space

outer space is where we get together

in this place we’re meant to be

stars are dancing and time is fading,

die forever, you and me, you and me

Passing stars and counting moons of planets

In the cosmos, we are free

There is no atmosphere and no obsessions

it’ll always be, it’ll always be

Our home forever is outer space

black stars and endless seas, outer space

new hope, new destinies, outer space

Forever we’ll be in outer space, outer space

*************************************************************************************
Percaya atau tidak, suatu hari nanti kita harus meninggalkan bumi. Baik karena sudah akhir zaman, ataupun karena bumu sudah hancur oleh ulah kita sendiri.

Ketika saat itu tiba, mau tak mau kita harus mencari rumah baru di angkasa luar. Pertanyaannya, saat kita mencari rumah baru itu, apakah kita menjadi mahluk yang akan hidup dengan cara baru yang tentunya lebih baik atau menjadi mahluk yang akan menjadi wabah perusak di angkasa luar ?

Jika hal pertama yang kita pilih, semesta akan menyambut kita layaknya tamu kehormatan, namun jika pilihan kedua yang kita ambil, bersiaplah akan hujatan semesta pada kita.

Sekarang bergantung pada kita, kita yang memilih, kita pula yang akan menuai hasil pilihan kita.

Senin, 24 Maret 2008

Hub and Spoke ?

Niat baik dari pihak regulator penerbangan sipil Indonesia patut diacungi jempol. Berbagai langkah telah mereka lakukan, salah satunya dengan restrukturisasi rute menjadi hub and spoke.

Lebih kurang seperti inilah gambaran pola hub and spoke. Hub merupakan tempat berkumpulnya penumpang dari Spoke yang ingin melanjutkan ke hub berikutnya atau hanya samapai hub tersebut. Rencananya ada 5 kota yang akan jadi Hub, yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar dan Manado. Banyak pendapat beredar bahwa pola seperti ini baik untuk memajukan daerah-daerah kecil (spoke), lebih praktis, dan ekonomis. Namun benarkah ‘isu’ tersebut? Saya mencoba menganalisa dengan sudut pandang saya, baik sebagai konsumen maupun sebagai calon bagian dari dunia penerbangan Indonesia.

Saya tertarik dengan tulisan saudara Cartono Soejatman (Angkasa No:4, Januari 2008, hal:14-21), mengenai contoh penerapan pola hub and spoke (HAS). Beliau mencontohkan, seorang penumpang dari Jember akan terbang ke Jakarta. Namun karena aturan HAS maka si penumpang harus ke Surabaya terlebih dahulu baru kemudian melanjutkan ke Jakarta dengan sistem satu tiket. Disini saudara Cartono mengatakan bahwa sistem satu tiket ini lebih ekonomis. Benar jika dipandang dari sudut pandang operator bukan konsumen. Karena dengan satu tiket operator bisa menghemat biaya produksi, namun bagi konsumen tidak akan terlalu terasa. Dan lagi pula saat ini sudah banyak operator Indonesia yang menggunakan e-ticket, jadi sistem satu tiket tadi bukanlah sebuah terobosan yang ekonomis.

Dalam contoh itu, sayangnya dipilih kota Jember bukan kota Pekanbaru. Jika ditarik jalur langsung Jember-Jakarta dengan Jember-Surabaya-Jakarta, maka perbedaan jaraknya tidak terlalu besar. Namun berbeda dengan Jakarta-Pekanbaru dan Jakarta-Medan-Pekanbaru (karena Pekanbaru berperan sebagai spoke, jadi harus ke Hub-nya di Medan sebelum ke Hub lainnya), selisih waktu terbangnya sekitar 60 menit. Jadi apakah masih bisa dikatakan pola HAS lebih baik? Enam puluh menit bukanlah waktu yang sedikit. Dari biaya operasional pesawat jelas akan berbeda jauh, yang berakibat naiknya harga tiket.

Bagi konsumen menengah ke bawah, jelas terasa berat membayar 60 menit penerbangan yang ‘sia-sia’. Ekstrimnya, kalau bisa terjun, lebih baik terjun di atas Pekanbaru dari pada membayar 60 menit yang ‘sia-sia’. Bagi kalangan menengah ke atas yang terbiasa berprinsip time is money, jelas 60 menit yang ‘sia-sia’ itu akan sangat merugikan mereka. Bagi kalangan menengah ke bawah, menggunakan jasa pesawat terbang saat ini (misal untuk Jakarta-Pekanbaru) karena selisih harganya tak begitu jauh dengan transportasi darat. Kalau dengan sistem HAS, tentunya harga tiket pesawat bisa lebih tinggi dari transportasi darat, bukan tidak mungkin mereka beralih ke transportasi darat lagi. Bagi kalangan menengah ke atas, alasan mereka menggunakan pesawat terbang adalah karena penghematan waktu. Namun jika dengan tambahan 60 menit jika menggunakan sistem HAS, tentunnya penghematan itu jadi tidak terasa. Bukan tak mungkin pula mereka beralih ke operator carter atau taksi udara atau bahkan mungkin dengan pesawat pribadi. Hal-hal seperti inilah yang sepertinya luput dari analisa saudara Cartono.

Analisa di atas dilakukan dengan asumsi tidak ada waktu jeda pada saat transit. Bagaimana jika ada jeda selama di Hub? Tentu waktu yang dibutuhkan jadi bertambah. Sebagai contoh saat ini, dengan penerbangan langsung Jakarta-Pekanbaru atau Jakarta-Medan saja sering terjadi ‘delay’ yang bahkan bisa mencapai satu jam lebih. Bagaimana jika HAS diberlakukan, bisa-bisa waktu yang dibutuhkan saat tiba di Hub dan melanjutkan ke Spoke jadi molor. Bahkan, bila penerbangan ke Hub mengalami delay, bagaimana penerbangan ke spoke-nya, apakah akan ikut di delay? Atau calon penumpang yang penerbangan hub-nya ditunda ditinggalkan oleh penerbangan spoke-nya demi alasan on time. Saat ini saja, penerbangan transit sering seperti itu.

Belum lagi pola pikir masyarakat Indonesia yang masih menganggap pesawat propeler lebih ‘jelek’ dari pesawat jet. Walaupun sebenarnya antara pesawat bermesin jet dengan propeler adalah sama, hanya pertimbangan efisiensi dan efektifitasannya selama terbang sehingga dipilih mesin jet atau propeler. Jadi, bukan tidak mungkin konsumen akan berfikir lagi untuk menggunakan jasa pesawat propeler.

Niat baik tentunya akan lebih baik jika didasari perhitungan matang. Bukan hanya niat baik regulator, tapi juga kesiapan operator dan juga konsumen.

Lalu, katanya pola HAS akan membuka daerah terpencil dan memajukan perekonomiannya. Kalau membuka daerah terisolir, tentunya hal ini sudah dilakukan oleh perbangan perintis. Tapi mengenai memajukan perekonomian, tidak serta-merta terjadi. Bandara hub akan menjadi tempat berkumpulnya semua yang dari atau akan ke spoke. Sedangkan bandara spoke hanya akan menjadi tempat berkumpulnya penumpang yang memang akan ke kota tersebut atau hendak menuju ke bandara hub. Misal seorang calon investor, ingin terbang dari Jakarta-Medan. Lalu investor lainnya terbang dar Makasar-Medan. Maka di Medanlah mereka berkumpul. Adanya jeda waktu saat singgah di hub membuat mereka punya waktu yang cukup di Medan. Semisal untuk makan, minum dan mengeluarkan uangnya di kota Medan, ini menjadi income untuk kota Medan. Namun bagaimana dengan spoke ? Mana ada investor yang menyia-nyiakan waktunya mengunjungi spoke yang dia memang sedang tidak berencana kesana, jika di kota yang menjadi spoke tersebut tidak ada yang membuat mereka tertarik. Kalaupun investor ingin berkunjung ke spoke, biasanya mereka menggunakan jasa pesawat carter. Lalu, jika Pekanbaru dijadikan spoke, selama ini Pekanbaru melayani penerbangan internasional, Pekanbaru-Malaysia dan bebas visa. Kalau di alihkan ke Medan, praktis frekwensi ke Medan bertambah, hal ini tentunya lebih menguntungkan Medan dari pada Pekanbaru. lalu dari sisi konsumen, penerbangan Malaysia-Pekanbaru lebih baik dari pada Malaysia-Medan-Pekanbaru karena bebas visa.

Menurut pendapat pribadi, bukan penerapan pola HAS yang palin penting dilakukan regulator, tapi masalah keselamatan penerbanganlah yang harusnya jadi prioritas. Lihat saja belakangan ini, komponen pesawat ada yang bisa lepas pada saat terbang, peswat yang mengalami insiden tiba-tiba ‘kabur’ untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan pada blackbox sebelum tim KNKT melakukan investigasi, ada yang tidak mau mengakui kesalahan dan menyalahkan hal lain untuk menutupi kesalahannya, tak adanya kejujuran, ada pesawat yang nyelonong masuk runway saat ada pesawat lain yang sedang run di runway. Hal-hal inilah yang menurut saya menjadi alasan Uni Eropa menjatuhkan larangan terbangnya. Bukan masalah sistem ataupun pola rute yang dipakai.

Seperti penegakkan hukum yang benar-benar TEGAK. Kejujuran dari semua pihak. Pengawasan ketat terhadap operator nakal. Hal-hal inilah yang bisa memulihkan citra penerbangan Indonesia.

Sekali lagi saya tekankan, tulisan ini bukan untuk memojokkan atau mendukung pihak manapun, bukanpula wujud offensif terhadap saudara Cartono, ini murni hasil analisa saya berdasarkan data yang saya tahu dan semata-mata bertujuan untuk penerbangan Indonesia yang lebih baik, amien.

Akhirnya, penerbangan Indonesia akan berjaya jika semua pihak membantu. Bukankah slogan pak Presiden kita saat kampanye adalah ‘bersama kita bisa’, kenapa tidak diterapkan. Saya mengajak semua pihak, regulator, operator, pers, mahasiswa dan konsumen, bersama kita buat penerbangan Indonesia cruise dengan gagahnya di angkasa seperti sang garuda. Regulator, tegakkanlah hukum tanpa pandang bulu, dan jangan KKN. Operator, janganlah berorientasi profit dalam menjalankan bisnis penerbangan. Karena bisnis perbangan sangat berbeda dengan bisnis angkot yang mengejar setoran. Bahkan negara sebesar Amerika memiliki hukum dagang sendiri untuk bisnis penerbangannya. Orientasi safety-lah yang harus diutamakan, jika penumpang merasa aman dan nyaman selama terbang dengan pesawat Anda, percayalah profit bukanlah hal yang sulit untuk didapatkan.

Pers, sampaikanlah semua informasi yang benar, jangan dilebih-lebihkan atau di tutup-tutupi. Mahasiswa, terutama yang berhubungan dengan penerbangan, terapkanlah ilmu yang Anda miliki walaupun hanya sekedar memberi tahu apa yang Anda tahu. Jadilah sumber informasi yang benar dan baik untuk masyarakat agar masyarakat tidak salah persepsi tentang penerbangan akibat isu-isu yang salah baik itu dari pemerintah sekalipun, selama itu salah, tugas kita untuk memperbaikinya. Konsumen, jadilah penumpang yang baik. Lakukan apa yang boleh dilakukan, dan jangan lakukan apa yang dilarang. Yang paling penting, perhatikanlah instruksi pramugari sesaat sebelum takeoff. Menurut penelitian di Inggris, semakin sering orang berpergian naik pesawat, semakin tak acuh dengan peragaan pramugari karena merasa sudah bisa, namun pada saat darurat orang inilah yang paling tidak tahu apa yang harus dilakukan. Hal ini terjadi karena merasa sudah bisa, jadi menganggap remeh, sehingga kewaspadaan akan berkurang. Berbeda demgan orang yang baru sekali naik pesawat, dia akan memperhatikan peragaan pramugari karena merasa belum tahu, saat keadaan emergensi dialah orang yang paling tahu apa yang harus dilakukan. Hal ini karena tingkat kewaspadaannya sangat tinggi dan informasi mengenai prosedur darurat masih segar diingatannya.

Tentunya kita tidak mengharapkan hal buruk, namun jika itu terjadi kita harus sudah siap. Bukankah sedia payung sebelum hujan lebih baik dari pada mencari payung saat kita diguyur hujan?

Akhir kata, jayalah penerbangan Indoneisa, jayalah selama-lamanya, kepakkan sayapmu citrakan kegagahan layaknya burung garuda yang menguasai angkasa.

Tanpa Judul

by ARS & DS


Hari ini aku mendapatkan gelar sarjanaku.Setelah acara selesai,entah kenapa aku ingin menyendiri di aula itu.Kubiarkan semua orang termasuk keluargaku pergi meninggalkanku sendirian.Tiba-tiba aku teringat seseorang yang dulu pernah akrab sekali denganku.Seorang gadis kecil.Tapi itu dulu.Kini,tentu saja dia sudah dewasa seperti aku.Tapi entah seperti apa dia sekarang.Apakah dia berubah menjadi lebih baik atau berubah menjadi lebih buruk atau malah dia masih tetap seperti dulu?Aku tidak bisa menjawabnya.

Gadis kecil itu bernama Lina.Aku mengenalnya ketika aku berlibur ke tempat pamanku di sebuah kota yang belum berkembang.Saat pertama kali melihatnya,hanya ada perasaan senang dalam hatiku karna mendapatkan teman baru.Dia anak yang baik dan sopan.Dia selalu tersenyum pada semua orang.Namun,hati kecilku berkata kalau senyumnya itu menyimpan sesuatu.

Suatu hari pernah aku bertanya padanya,ada apa dengan dirinya.Dia malah membalas pertanyaanku dengan menatapku tajam dan lari.Semenjak kejadian itu dia selalu menjaga jarak denganku.Tapi aku tak mau berhenti di tengah jalan.Aku terus berusaha mencari tahu yang sebenarnya.Meskipun aku baru berusia dua belas tahun,hati kecilku tak bisa ditipu oleh apapun dan siapapun.Ditambah lagi sikapnya itu membuatku semakin penasaran.Apapun yang membuat aku tertarik akan kukejar sampai aku mendapatkannya.Kedengarannya aku memang sedikit egois.

Hari itu aku mendapatinya sedang duduk termenung di tepi sungai.Kemudian aku mendekatinya dan duduk di sampingnya.Kulihat dia dengan seksama.Tatapannya kosong.Baru kali ini aku melihatnya dengan wajah seperti itu.Kesedihan terpancar jelas dari wajahnya.

“Lina,ada apa?”tanyaku pelan.

Dia diam dan terus memandang ke depan.Seolah dia belum menyadari kehadiranku.Kucoba membuyarkan lamunannya.

“Lina,kita teman kan?Ceritalah padaku.Aku tak selamanya disini.Jadi,mungkin aku bisa membantumu sebelum aku pulang”ujarku.

Dengan kilatnya dia memalingkan wajahnya dan menatapku dengan wajah yang menahan sebuah jeritan.”Apa yang bisa kau lakukan?Kau bisa mengembalikan waktu untukku?Kau bisa hilangkan ingatanku tentang sebuah peristiwa mengenaskan?Atau,jadikan hidupku lebih baik?Apa kau bisa?”rentetan pertanyaannya tepat menyudutkanku.

“Tapi setidaknya mungkin aku bisa membuat pikiranmu sedikit lega”kataku.”Ceritalah”pintaku padanya.

Dia diam seribu bahasa.Selang beberapa menit dia baru mau membuka mulutnya lagi.

“Aku belum genap lima tahun.Sebuah pertikaian meletus di tempat ini.Awalnya hanya pertikaian biasa,tapi nyatanya peristiwa itu mampu membunuh ayah dan ibuku.Aku tidak bisa melupakannya.Masih sangat jelas bagaimana dua anak manusia yang membesarkanku di perlakukan seperti binatang.Saking terlukanya,aku tidak mampu lagi untuk menangis.Andai saja saat itu aku mengatakan sesuatu mungkin aku sudah kehilangan beberapa jariku”ungkapnya.Beberapa detik dia diam lagi.

Aku bisa merasakannya.Betapa sulit baginya untuk mengingat dan menceritakan kejadian pahit itu.Ditambah lagi dia harus menahan segala emosi yang bercampur dalam hatinya.

“Setelah itu,kupikir berakhir.Tapi nyatanya belum.Aku dititipkan pada bibi yang sekarang hidup bersamaku.Aku tidak tahu siapa dia.Lagipula apa pentingnya aku tahu siapa dia?Yang penting dia memberiku makan dan aku masih hidup sampai sekarang”

“Aku tahu apa yang kau alami sangat berat.Tapi kau juga harus yakin kalau dibalik semua itu pasti ada hikmahnya”aku ingin dia tahu bahwa aku peduli padanya.Tapi ketika kalimat itu keluar dari mulutku,dia menyengir seolah-olah yang kukatakan sangat tidak berguna.Kami terdiam lagi.Lalu dia mengatakan sesuatu lagi.

“Beberapa hari yang lalu ada anak laki-laki memberiku ini”Lina menunjukkan sebuah buku cerita yang sedang populer saat itu.

“Itu buku yang bagus.Lalu apa lagi?”tanyaku bingung.

“Aku tak bisa membaca.Wanita itu tidak menyekolahkanku.Dia cuma memanfaatkan tenagaku saja.Dia membiarkan aku terus seharian bersama ternak-ternaknya hingga teman-teman yang sekolah menjauhiku karna bau.Aku jadi tidak bisa belajar dari mereka.Dulu memang kukira tidak penting.Tapi kini aku punya impian seperti anak yang lain.Aku juga mau jadi pintar.Bisa seperti yang lain”

Dia benar-benar mengungkapkan segalanya.Ditundukkannya kepalanya.Dia menyembunyikan tangisnya dariku.Kutepuk bahunya beberapa kali sebagai pemberi semangat.Namun,aku tak bisa menyangkal kalau aku juga kehilangan semangatku karna ceritanya itu.

Pengakuannya membuat aku berpikir tidak sebagai diriku lagi.Membuatku berpikir lebih dewasa dari usiaku.Apa yang terjadi padanya bukan sebuah kisah belaka.Semua itu nyata.Tak bisa dipungkiri bahwa hal itu bisa terjadi dimanapun dan pada siapapun.

Dia anak yang hebat.Dia mampu menyimpan segalanya sendirian.Kesedihan,kemarahan,kepedihan,kekesalan dan penyesalan yang sungguh sangat menyesakkan.Entah bagaimana dia bisa hidup dengan membiarkan semua perasaan itu mengerubunginya.Tentu saja semuanya itu bukanlah yang dia mau.Hidup seperti itu jelas bukan keinginannya.Dia hasil dan akibat dari sebuah peristiwa yang tidak jelas tujuannya apa.

Aku sadar dia pasti ingin sekali menjadi seperti diriku.Hidup tenang dan bahagia.Aku pun juga dapat melihatnya.Sisi kehidupannya.Sementara semuanya menikmati hidupnya masing-masing,dia tidur dengan berjuta impian yang entah kapan bisa diraihnya.Makan dan bekerja dengan beribu angan-angan.

Kukira semuanya benar-benar sudah bebas.Tapi,ternyata masih saja ada yang terperangkap disela-sela lubang kecil.Pahit bagiku mendengar dan mengetahuinya.

Lalu beberapa hari aku sempat mengajarinya membaca dan menulis.Dia juga menulis sepucuk surat untuk anak laki-laki yang memberinya buku itu.Tulisannya banyak yang salah.Dengan sabar aku memperbaikinya.Tapi kemudian,bibi yang bersamanya mengetahui hal itu.Lina dimarahi dan aku tidak diperbolehkan lagi bertemu dan bermain dengannya.Dua hari semenjak itu pun aku kembali ke kotaku.

Liburan tahun berikutnya aku sengaja minta kesana lagi.Tetapi,malang bagiku.Tujuan utamaku kesana tidak tercapai.Lina tidak tinggal disana lagi.Lama aku menatap rumah itu.Tiba-tiba saja ada kepedihan yang kurasakan.Rasanya sakit sekali.Baru aku sadari bahwa kami memang sesungguhya berteman dan ada rasa kasih sayang diantara kami.Aku tahu.Kepergiannya yang membuatku terluka.

Barangkali seperti ini juga yang dirasakannya dulu sewaktu aku pergi.Tak ada gunanya terus berada disana.Aku berbalik,menarik nafas dan menghembuskannya perlahan,lalu meninggalkan tempat itu.Sejak hari itu sampai sekarang aku tak pernah mendengar kabarnya lagi.Bahkan setelah aku menjadi seseorang kini,aku tidak tahu bagaimana dia sekarang.

Sekejap ingatan tentang hal itu lenyap.Aku diam,memandang lurus ke depan sambil berharap gadis kecil yang pernah kukenal dulu itu bisa mendapatkan kebahagiaannya.Aku keluar dari ruangan itu sementara seseorang sedang menantiku di pintu.

Seorang anak laki-laki yang juga mendapatkan gelar sarjananya hari ini.Namanya Riki.Dia teman dekatku.Aku juga tidak mengerti apa yang membuat kami bisa begitu dekatnya hingga orang-orang mengira kami pacaran.Padahal sebenarnya itu tidak benar.Kami murni hanya berteman.Mungkin karna karakter dan sifat kami hampir sama.

“Kau kenapa?Sendirian disini.Sedih karna tidak akan bertemu denganku lagi di kelas?”tanyanya sambil bercanda.

“Kapan kau mau berubah,Ha?”Balasku.”Minggir!Aku mau pulang”aku pun berlalu darinya tapi dia berpesan sesuatu padaku.

“Nanti sore datanglah ke tempat biasa.Kita akan merayakan semua ini bersama teman yang lain”ujarnya.Lalu aku tersenyum padanya sebagai tanda bahwa aku akan datang.Sebelum pulang aku mengganti pakaianku dulu.

Seperti biasa aku pulang naik angkutan umum.Aku menikmati perjalananku.Bus yang kutumpangi tidak terlalu padat,jadi aku sedikit leluasa.Di tengah jalan ada seorang anak kecil yang naik.Dari pakaiannya aku tahu siapa dia.Dia naik tidak punya tujuan kemanapun karna yang dicarinya di bus itu adalah sesuap nasi.Sering aku melihat hal semacam ini.Bahkan hampir setiap hari karna aku pergi dan pulang kuliah selalu naik bus kota.Pemandangan seperti ini tak asing lagi bagiku.Tapi kali ini mataku menyaksikannya dengan cara yang berbeda.Mataku bekerja sama dengan pikiranku menyaksikannya.

Aku teringat lagi pada Lina dan kepedihan itu menyergapku lagi.Anak laki-laki itu mengamen tepat di depanku.Kuperhatikan dia.Sama sekali tak ada yang menarik dari dirinya.Tubuhnya kotor,suaranya tidak merdu,badannya kurus dan syair yang dinyanyikannya pun tidak begitu jelas.Tetapi ada yang berbeda dengan matanya.Tatapannya yang tak tentu menahan mataku.Menahan mataku untuk tidak berpaling darinya.

Aku berpikir dan bertanya pada diriku sendiri.Apa bedanya dia dengan Lina?Bahkan mungkin dia lebih kecil dari Lina yang dulu.Namun,sepertinya hidupnya ini lebih buruk dari Lina.Dia,dia yang masih kecil terpaksa melakukan hal-hal yang sebenarnya belum boleh dikerjakannya.Aku berpikir,apa yang ada dalam pikirannya saat melakukan semua itu?Apa dia tidak pernah berusaha untuk menghentikan semua itu?Pasti pernah tersirat sesuatu di benaknya.Aku yakin itu.

Dia masih kecil.Masih punya banyak waktu dan peluang untuk meraih sukses dalam hidup.Tapi malang,kesempatan tak pernah berpihak padanya atau orang-orang seperti dirinya.Mungkin saja pernah timbul banyak keinginan dalam dirinya seperti yang dulu pernah terjadi pada Lina.Sekolah,mengenyam pendidikan sambil menjalin pertemanan dengan banyak orang,berprestasi dan yang terpenting memperoleh sesuatu sebagai bekalnya.

Dia tunas.Dia generasi muda.Tapi,barangkali sekolah dasar pun tidak tamat.Bagaimana selanjutnya kalau sampai setiap hari orang-orang macam dia makin banyak bermunculan?Akan lebih banyak lagi kepedihan dan kesengsaraan.Sama seperti Lina.Apa yang dijalaninya bukanlah yang dia mau.Meskipun seorang anak laki-laki,dia juga manusia dan terutama masih kecil.Tentu dia menginginkan banyak hal dan mengimpikannya setiap hari.Nyatanya dia malah harus berjuang setiap hari demi mempertahankan hidupnya.Atau mungkin juga mempertahankan keluarganya.Atau malah dia diperalat oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan semua itu dan karna kemiskinan menjeratnya,dia pun terpaksa harus mau.

Entah kapan semua ini berakhir.Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dengan lemah.Kurasakan tubuhku benar-benar letih dan sakit.Ketika anak itu menghampiriku dengan kantong kecilnya,kuselipkan uang ke dalamnya.Beberapa detik mata kami bertemu.Dia mengucapkan terima kasih padaku dan aku juga mendoakannya.Berharap sesuatu yang baik menghampirinya dan orang-orang seperti dia.Kemudian aku sampai di tempat tujuanku dan turun.

Sesampainya di rumah,aku makan dan istirahat.Melepaskan segala rasa lelah yang menyerangku hari ini.Aku harus kelihatan segar nanti sore supaya teman-temanku tidak kecewa.Tanpa mereka aku tak akan bisa sampai ke hari ini.Tanpa dukungan dan perhatian dari mereka semua.Juga guru-guruku.Tanpa mereka jelas tidak mungkin aku bisa berhasil.Aku bersyukur karna aku dianugerahi semua ini.Semua hal yang membuatku bahagia dan bangga.Semua hal yang belum tentu diperoleh setiap orang.

Setelah aku bangun,aku segera bersiap-siap untuk pergi.Aku tak mau teman-temanku menunggu lama.Sekitar setengah jam kemudian aku tiba disana.Mereka menyambutku dengan berbagai ucapan.Kami saling memberi hadiah.Riki memberiku sesuatu.Kubuka kotaknya,ternyata sebuah ukiran dari kayu dan di dalamnya ada kartu ucapan.

“Apa ini?”tanyaku padanya tentang kartu itu.

“Tidak tahu.Baca saja”katanya sambil tertawa kecil.Tingkahnya membuatku ingin terus bercanda.

“Ah,tidak mau.Aku tidak bisa membaca.Kau saja yang membacanya”ujarku bergurau seraya mengulurkan kartu itu padanya.Tapi,tiba-tiba dia diam menatapku.Aku malu dibuatnya.Aku merasa seolah-olah telah melakukan hal yang salah.”Hai!”sapaku sambil menyadarkannya.Dia pun tersentak.”Kau kenapa?Melihatku seperti itu?”

Dia menggeleng”Tidak ada.Hanya saja tingkahmu mengingatkanku pada seseorang”akunya.

“Oo...jadi mantan pacarmu selucu aku ya?”tanyaku lagi.

“Bukan pacar.Seorang teman”ujarnya dengan nada rendah.

“Kau punya teman wanita lain selain aku?Kenapa tidak pernah cerita?”

“Bukan teman wanita.Seorang gadis kecil.Itu dulu.Sekarang pasti dia juga sudah besar seperti kita.Tapi entah bagaimana dia sekarang”Riki terdengar sedikit putus asa.

“Yang benar saja?Kau menyamakan aku dengan teman kecilmu itu?Aku sudah besar.Masa kau samakan aku dengan anak kecil?Memangnya apa dari diriku yang membuatmu teringat padanya?”tanyaku ingin tahu.

“Sebenarnya tak ada yang mirip antara kau dan dia.Cuma kalimatmu tadi.Dia gadis yang malang.Dia tidak bisa membaca.Kasihan sekali.Padahal teman-teman yang lain bisa membaca dan menulis.Tapi dia berbeda.Dia tidak bisa merasakan apa yang diperoleh anak-anak seusianya.Dulu aku menganggapnya biasa saja dan aku memberikan buku cerita kesukaanku padanya serta berharap dia bisa menggunakan buku itu untuk belajar membaca.Tetapi setelah dewasa,aku baru sadar bahwa dia adalah korban.Dia perlu dan harus ditolong.Dia akibat dari ulah orang-orang yang tak punya perasaan.Akibat dari peristiwa yang tidak jelas tujuannya apa.Akibat dari kekerasan dan ulah orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri.Sementara dia tidak mendapatkan apa yang seharusnya didapatnya.Sekarang pun masih begitu.Banyak anak-anak lain yang hidupnya seperti dia.Menjalani hidup yang buruk karna tindakan yang seenaknya saja.Tidak memikirkan bagaimana perasaan orang lain.Sayangnya semua itu terlanjur sudah terjadi”Riki menjelaskan semuanya.

Aku tertegun mendengar ceritanya.Seakan-akan sebagian pikiranku terbang melintasi ruang waktu menuju masa silam.Kutatap matanya untuk mendapatkan kepastian.Aku masih ragu atas dugaanku.Tanpa berkedip kukatakan dugaanku.

“Lina?”tanyaku padanya.Dia pun terkejut mendengar pertanyaanku.

“Dista?”balasnya.

Aku langsung tanggap maksud dari ucapannya.Kuhembuskan nafasku”Kecil sekali dunia ini?Jadi kau anak yang memberinya buku itu dan yang suka mengejar kambing dulu itu?Aku melihat hal itu dari jauh.Karna aku mau tahu seperti apa anak yang memberinya buku itu”

“Apa?Jadi kau kenal dengan Lina?”

“Dia juga menulis surat untukmu kan?Aku yang membantunya menulis surat itu”ungkapku padanya.Tiba-tiba kami terdiam.Aku pun baru sadar kalau kami berada jauh dari teman-teman yang lain.Tak ada yang menghiraukan kami.Lalu Riki memecahkan keheningan itu.

“Seperti apa dia sekarang ya?Apa dia sudah mendapatkan apa yang seharusnya didapatnya?Apa dia sudah merasakan kebahagiaan yang selalu diimpikannya?Dimana dia sekarang ya?”tanya Riki.Tapi aku yakin dia tak menginginkan jawaban apapun atas pertanyaannya sendiri.

Mendengar pertanyaannya,muncul sebuah ide di kepalaku.Langsung saja kuutarakan pada Riki”Riki,bagaimana kalau kita melakukan sesuatu untuknya?Untuk memperbaikinya?Melakukan sesuatu yang pasti akan membuatnya senang dan bangga.Disamping membuat teman kita bahagia,kita juga akan membahagiakan anak-anak seperti dia.Setidaknya bisa mengurangi beban mental pada mereka dan mengurangi penderitaan.Bagaimana?”usulku.

“Kau serius,Dista?”

“Kau pikir aku pernah bergurau tentang hidup seseorang?”

“Kau benar.Kita harus melakukannya.Berhasil atau tidak yang penting kita harus berjuang.Kita tidak boleh hanya menyaksikan saja.Kita harus memikulnya juga.Apalagi sekarang ini kita bisa dibilang sudah cukup mapan”

“Apapun yang akan kita lakukan nanti,harus efektif.Jangan sampai ada orang seperti Lina lagi.Tidak boleh ada Lina kedua.Mereka yang akan bertanggung jawab atas negeri ini di masa mendatang”ujarku tegas.

Kami telah bertekad untuk menyelamatkan tunas-tunas seperti mereka.Kami pun berusaha sekeras mungkin.Apapun yang bisa kami lakukan,akan kami kerjakan.Kami memulainya dengan bisnis.Kemudian,setelah hasil dari kerja keras kami sudah terkumpul lebih dari cukup,kami mendirikan yayasan sosial.

Yayasan sosial ini bukan hanya sekedar yayasan sosal biasa seperti kebanyakan yang ada.Bukan seperti yayasan sosial yang titelnya saja sosial,tapi kenyataan di dalamnya justru malah mensosialkan diri dari para pendirinya.

Tujuan kami hanya ingin membantu anak-anak yang kurang beruntung Membantu mereka memperoleh apa yang harus menjadi miliknya.Mengurangi kesengsaraan,ketidakseimbangan sosial dalam masyarakat dan terutama mengurangi kebodohan.Kami berusaha agar semua anak-anak yang kurang beruntung mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak.Kami juga berusaha agar jangan sampai ada yang memanfaatkan anak-anak untuk mencari keuntungan sendiri.Juga mengurangi jumlah anak-anak yang berkeliaran di jalanan tanpa alasan yang jelas.Mereka seharusnya belajar,bukan mencari uang di jalanan sepanjang hari.

Kami berharap dengan terkumpulnya mereka di tempat seperti ini,kelak suatu hari saat mereka keluar dari sini,akan menjadi orang-orang yang sukses dan berhasil untuk dirinya sendiri,orang lain dan keluarganya serta bagi negeri mereka.Jangan sampai mereka putus asa dan kehilangan semangat apalagi menyesali hidupnya.Itulah yang kami tanamkan pada diri mereka.

Syukurnya yayasan kami ini mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai lapisan masyarakat sehingga kami lebih terdorong lagi untuk benar-benar mengefektifkan kegiatan ini.Kami tidak ingin terlambat untuk melakukan suatu kebaikan.Satu orang sudah cukup bagi kami sebagai pelajaran dan pengalaman yang begitu sangat berharga.

Saat aku tidur setelah mengerjakan semuanya,kurasakan diriku terbang ke suatu tempat yang jauh.Disana,dari kejauhan kulihat dia tersenyum bahagia padaku,seorang gadis kecil yang menjadi inspirasi bagi orang lain.